Sabtu, 17 Desember 2011

Etika Profesi Dalam Kesehatan

1. Profesi kedokteran adalah profesi kemanusiaan, oleh karena itu etika kedokteran harus memegang peranan sentral bagi para dokter dalam menjalankan tugas-tugas pengabdiannya untuk kepentingan masyarakat.
2. Bidang Obstetri Ginekologi merupakan bidang yang demikian terbuka untuk kemungkinan penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma, sehingga rawan untuk timbulnya pelanggaran etik kedokteran bahkan pelanggaran hukum. Karena itu diperlukan pedoman etik dan peraturan perundang-undangan terkait yang menuntun para dokter / SpOG untuk berjalan di jalur yang benar.
3. Sanksi terhadap pelanggaran etik kedokteran hendaknya diberikan secara tegas dan konsisten sesuai dengan berat ringannya pelanggaran, bersifat mendidik dan mencegah terulangnya pelanggaran yang sama pada masa depan baik oleh yang bersangkutan maupun oleh para sejawatnya.
4. IDI bersama-sama organisasi profesi dokter spesialis dan organisasi kedokteran seminat lainnya, hendaknya dapat meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi secara berkesinambungan, sehinggat setiap anggotanya dan masyarakat umumnya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan etika kedokteran.
 .

Beda etik dengan hukum

Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medik ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral.
Hukum merupakan peraturan perundang-undangan baik pidana, perdata maupun administrasi. Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, jadi menyangkut penyelenggara pelayanan kesehatan dan penerima pelayanan kesehatan.
Perbedaan etik dengan hukum adalah :
1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang / lembaran negara.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik umumnya berupa tuntunan. Sanksi terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan.
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau perlu diteruskan kepada Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan (DepKes). Pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.
3. Pelanggaran etik murni
Pelanggaran terhadap butir-butir LSDI dan/atau KODEKI ada yang merupakan pelanggaran etik murni, dan ada pula yang merupakan pelanggaran etikolegal. Pelanggaran etik tidak selalu merupakan pelanggaran hukum, dan sebaliknya, pelanggaran hukum tidak selalu berarti pelanggaran etik.
Yang termasuk pelanggaran etik murni antara lain :
1. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari klien / pasien atau menarik imbalan jasa dari sejawat dokter dan dokter gigi beserta keluarga kandungnya.
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
3. Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat.
4. Pelayanan kedokteran yang diskriminatif.
5. Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik.
6. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
7. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.
Perilaku dokter tersebut di atas tidak dapat dituntut secara hukum tetapi perlu mendapat nasihat / teguran dari organisasi profesi atau atasannya.

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/gynecology/2019661-etika-profesi-dalam-kesehatan/#ixzz1ghKVyPQb

Tidak ada komentar:

add facebook ana :) .....